Ngaji Hikam Part 19

NGAJI HIKAM #19

Oleh Ulil Abshar-Abdalla

Bismillahirrahmanirrahim
Mulai hari ini sampai hari Senin mendatang, saya ada acara di luar negeri. Tetapi Ngaji Jikam tetap berjalan seperti biasa. Mohon maaf, teman-teman, karena tak bisa menuggui dalam beberapa hari ini.
Mari kita mulai Ngaji Hikam #19 dengan menghadiahkan Fatehah kepada Syekh Ibn Ataillah (qs), kepada ayah dan sekaligus guru saya Kiai Abdullah Rifai, dan ibu saya Nyai Salamah.
Mari kita mulai. Bismillah...

----------------------------------

KITA SERING GAGAL MENANGKAP KEBENARAN YANG BERTEBARAN DI SEKITAR KITA

Sykeh Ibn berkata:

Mimma yadulluka ‘ala wujudi qahrihi subhanah an hajabaka ‘anhu bi ma laisa bi-mawjudin ma’ahu.

Terjemahannya:
Salah satu tanda keagungan-Nya, Dia bisa menghalangimu untuk melihat-Nya dengan hal-hal yang sebetulnya tak ada bersama-Nya.
Mari kita menyelami kebijaksanaan Syekh Ibn Ataillah ini dengan dua lapis pengertian; pengertian umum dan pengertian khusus.

Pengertian umum. Hal yan menakjuban dalam hidup manusia adalah seringkali dia gagal melihat kebenaran, melihat hakekat kehidupan, melihat Dia yang menjad sumber kehidupan, padahal kebenaran itu ada di depan matanya, padahal Dia itu terang-benderang ada di dalam semua wujud dan alam raya ini.

Kebenaran hidup ada di depan mata kita, terhampar di balik semua peristiwa yang kita hadapi setiap hari, tapi kita kerap gagal melihatnya. Ini sama dengan lampu yang begitu terang, sehingga menyilaukan mata, sehingga mata kita tak kuasa untuk melihat lampu itu. Hal yang terlalu jalas kadang gagal kita pahami, luput dari pengamatan kita. Kita baru “ngeh” setelah mengalami semacam peristiwa yang membuat kita “shock”, kaget.

Masih ingatkah kita kisah ditemukannya sebuah “kebenaran ilmiah” yang disebut dengan teori gravitasi? Penemu teori ini adalah Isaac Newton, seorang fisikawan dan matematikawan Inggris. Konon, kisah penemuan teori yang amat penting dalam fisika ini terkiat dengan kejadian yang sepele. Suatu hari, Newton duduk di bawah pohon apel. Saat Newton sedang duduk merenung, tiba-tiba buah apel jatuh tak jauh dari tempat dia duduk.

Jika yang duduk di bawah pohon apel itu orang lain, bukan Newton, mungkin tak ada penemuan penting setelahnya. Mungkin orang itu akan gembira, bukan karena menemukan sebuah teori, tetapi menemukan buah apel. Tetapi peristiwa sederhana itu, bagi Newton, menjadi “aha moment”, menjadi peristiwa yang menyingkap semacam “wahyu” kebenaran ilmiah.
Kenapa apel jatuh ke bawah? Kenapa ia tak melayang terbang ke atas seperti burung? Itu pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala Newton. Singkat cerita, melalui peristiwa apel jatuh itu, Newton kemudian menemukan sebuah penjelasan, sebuah teori, yaitu teori gravitasi.

Apel jatuh karena bumi, dan juga obyek-obyek lain di alam raya ini, mempunyai “force” atau gaya yang disebut dengan gravitasi. Gaya yang menarik sebuah benda ke benda lain, seperti sebuah magnet. Karena itulah apel jatuh. Karena itulah ada galaksi dengan gerak planet di dalamnya yang teratur.

Peristiwa apel jatuh bisa dilihat oleh dan terjadi pada siapapun.Insiden jatuhnya apel kelihatan “melok-melok”, terang benderang di depan mata kita. Ia begitu terang seperti cahaya lampu yang menyorotkan sinar yang sangat terang. Tetapi tak semua orang yang bisa melihat “kebenaran” atau “hakekat” di balik peristiwa sederhana itu. Hanya orang yang telah mencapai tingkat “ma’rifar” dalam bidang sains seperti Newton yang bisa melihat hakekat itu.

Begitulah, Tuhan yang maha terang ada di depan mata kita. Tetapi kita sering tak bisa melihat-Nya. Kita terhalang oleh hal-hal yang semua, hal-hal yang sebetulnya maya, hal-hal yang sejatinya tak ada, sehingga kita tak bisa tembus pandang untuk melihat-Nya.

Pengertian khusus. Salah tanda kebesaran Tuhan, Dia bisa tersembunyi dalam penampakan-Nya. Dan Dia bisa nampak dalam ketersembunyian-Nya. Dia bisa dekat kepada mansia dalam kejauhan-Nya. Dia bisa begitu jauh dalam kedekatan-Nya dengan manusia. Tuhan adalah tempat di mana sejumlah “paradoks” kita jumpai. Dia dekat, Dia jauh. Dia nampak, Dia tersembunyi. Dia Maha Pengasih, Dia Maha Pengazab.
Ini semua bisa benar-benar menjadi paradoks yang membingungkan bagi orang-orang yang tak mau membuka pikiran dan hatinya kepada inti kebenaran.

Dengan pikiran “formal” seorang manusia, paradoks ketuhanan ini jelas bisa membingungkan, bahkan bisa menyebabkan seseorang marah dan protes dan melontarkan cercaan pada Tuhan.

Tanda kebesaran Tuhan ialah Dia tersembunyi, padahal jejak-jejak-Nya terang-benderang ada di depan mata kita. Dia adalah Kebenaran yang ada di mana-mana, tetapi kita gagal melihatnya. Situasi ini persis seperti ungkapan dalam bahasa Inggris, “elephant in the room”, gajah di dalam ruangan, tetapi kita tak bisa melihatnya.
Sebuah petikan dari hadis qudsi yang sangat dalam maknanya memuat sabda Nabi seperti ini: Tuhan berkata kepada hamba-Nya, “Aku sakit, kenapa engkau tak menjengukku?” Lalu kata hamba itu: “Tuhan, bagaimana aku bisa menjenguk-Mu, sementara Engkau adalah Tuhan seluruh alam semesta?” Jawab Tuhan: Hambaku sakit, tetapi engkau tak menjenguknya.

Tuhan sebagai Kebenaran hadir bersama kita dalam kehidupan sehari-hari, dalam diri orang yang sakit, orang yang tak memiliki kain yang cukup untuk menutup tubuhnya, orang yang lapar dan haus. Tuhan adalah Dia yang “immanent”, yang ada bersama manusia, tetapi tak semua manusia bisa merasakan kehadiran-Nya.

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari kebijaksanaan Ibn Ataillah ini? Kerapkali kita gagal memahami sesuatu yang sederhana, yang sejatinya terang-benderang. Sebab kebenaran yang terlalu jelas biasanya mirip dengan cahaya yang terlalu terang sinarnya, sehingga kita dibutaka oleh cahaya itu.[]

Bersambung.....


Oleh : Mbah Panglima Jampari (09 Oktober 2015 - 05:33)

Sumber :https://web.facebook.com/notes/forsil-aswaja-nusantara-fan-/0019-ngaji-hikam-19/559172000899651
Forsil Aswaja Tujuan didirikannya Group Forsil Aswaja Nusantara adalah untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah dengan menganut salah satu dari madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali) serta mempersatukan langkah para 'Ulama beserta pengikut-pengikutnya dan melakukan kegiatan-kegiatan Majelis Ta'lim dan Silaturahmi yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan mayarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia.

Belum ada Komentar untuk "Ngaji Hikam Part 19"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel