0325 : Sarifah Menikah Dengan Akhwal
Selasa, 25 Februari 2014
Tulis Komentar
Sri Wedari
Assalamu,alaikum ... Mau tanya bgm hukum nya sarifah menikah dgn akhwal ... Trimakasiq
JAWABAN :
Hasanul Zain
Wa'alaikum salam wr wb...!
Saya baru nemu 'Ibaroh berikut :
Dan
Monggo di Musyawarohkan
Hasanul Zain
Tambahan :
Cikong Mesigit
Ini sy nyumbang copasan dr FK sj.hehee>>: Jawaban : Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh Salah satu unsur yang dipertimbangkan (mu'tabar) dalam pernikahan adalah kafa'ah (persamaan derajat). Pengertian kafa'ah adalah perkara yang dengan ketiadaannya akan timbul celaan. Dan yang menjadi acuan (dhobith) dalam kifa'ah adalah persamaan antara seorang lelaki dengan wanita yang ingin dinikahinya dalam kesempurnaan dan kerendahan derajatnya, namun hal tersebut tidak termasuk aib dalam nikah. Pendapat yang menyatakan bahwa kifa'ah dalam nasab adalah sesuatu yang dipertimbangkan dalam masalah kifa'ah adalah pendapat jumhur ulama' dari madzhab syafi'i, Hanafi dan Hanbali yang didasarkan pada atsar yang diriwayatkan dari Umar rodhiyallohu 'anhu. Beliau berkata ; لَأَمْنَعَنَّ فُرُوجَ ذَوَاتِ الْأَحْسَابِ إِلَّا مِنَ الْأَكْفَاءِ "Sungguh aku akan mencegah farji-farji wanita-wanita yang memiliki nasab, kecuali dari orang-orang yang sederajat." ( Mushonnaf Abdurrozaq Ash-Shon'ani, no.10324 )
Menurut ketentuan hukum dalam madzhab syafi'i kafa'ah tidak menjadi syarat sahnya suatu pernikahan, kifa'ah adalah hak yang diperuntukkan bagi wanita dan walinya, karena itulah apabila terjadi suatu perkawinan yang tidak antara seorang lelaki dan perempuan yang tidak sederajat dengan ridho dari wanita tersebut, maka pernikahannya sah. Tapi, kafa'ah menjadi syarat sahnya nikah apabila wanita tidak mau (ridhho) menikahi lelaki yang tidak sederajat dengannya. Walhasil, pada dasarnya kifa'ah bukanlah syarat sah nikah jika wanitanya mau, dan menjadi syarat sahnya apabila wanita tidak mau. Sedangkan ketentuan yang menyatakan bahwa kafa'ah dalam nasab bukanlah syarat sah dari pernikahan karena Nabi sendiri pernah menyuruh Fatimah binti Qois, seorang wanita keturunan quraisy dengan Usamah, seorang budak, kemudian beliau menikahkan keduanya, jika kifa'ah nasab menjadi syarat tentuNabi tak akan melangsungkan pernikahan tersebut. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah kafa'ah dalam nasab, dan nasab yang menjadi pertimbangan adalah ayah dari wanita, karena itulah seorang lelaki ajam (bukan orang arab) tidak sekufu (sederajat) dengan wanita keturunan arab, orang arab bukan dari keturunan quraisy tidak sekufu dengan orang arab keturunan quraisy, keturunan bukan quraisy juga tidak sekufu dengan keturunan bani hasyim dan bani mutholib dan keturunan dari Fatimah rodhiyallohu 'anha tidak sekufu dengan keturunan dari bani hasyim dan bani mutholib. Dari penjelasan diatas bisa diketahui bahwa lelaki ajam tidaklah sekufu dengan syarifah, wanita yang keturunan habib, sayyid atau syarif (gelar bagi orang yang runtutan nasabnya masih bersambung dengan Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi wasallam darijalur laki-laki) yang biasa disebut ahlu bait (keluarga Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi wasallam), aturan ini diberlakukan agar seorang syarifah tidak terputus nasabnya karena menikahi lelaki yang bukan habib atau sayyid. Namun, apabila syarifah tersebut mau menikah dengan lelaki yang bukan dari kalangan habaib maka pernikahannya dihukumi sah menurut ketentuan hukum fiqih. Sayyid Abdurrohman Al-Masyhur Ba'Alawi menyatakan pendapat yang sedikit berbeda dalam hal ini, dalam kitab "Bughjyatul Mustarsyidin" beliau menjelaskan bahwa apabila ada seorang syarifah yang dilamar seorang lelaki yang bukan syarif (habib), maka tidak boleh dilangsungkan pernikahan diantara mereka meskipun syarifah tersebut dan orang tuanya ridho, beliau juga menceritakan, suatu ketika terjadi pernikahan diantara orang arab yang bukan habib dengan seorang syarifah di Mekah, lalu semua sayyid yang ada disana dengan dibantu para ulama' bergerak dan bersikeras untuk memisahkan keduanya, hal yang sama juga pernah terjadi dinegara lainny, karena itulah beberapa ulama' menulis kitab yang menjelaskan ketidak bolehan hal tersebut.
Beliau menambahkan, meskipun para fuqoha' menyatakan bahwa pernikahan tersebut sah apabila dilaksanakan atas persetujuan dari wanita tersebut dan walinya, para ulama' salaf rodhiyallohu 'anhum memiliki pilihan pendapat yang tidak diketahui asror(rahasia-rahasia)-nya oleh orang ahli fiqih. Meski begitu, pernikahan tersebut boleh dilaksanakan apabila nyata terjadinya mafsadah (kerusakan) jika pernikahan tidak dilaksanakan, jadi pernikahan itu diperbolehkan karena dhorurot, seperti ditakutkan akan berzina atau karena para lelaki dari keturunan habaib tak ada yang mau menikah dengannya, hal ini diperbolehkan berdasarkan kaidah "irtikabu akhoffidh dhororain' (mengerjakan perkara yang bahayanya lebih ringan). Kesimpulannya, laki-laki yang bukan dari keturunan habaib tidak sederajat dengan seorang syarifah, namun pernikahan diantara keduanya dihukumi sah apabila dilaksanakan atas kemauan syarifah tersebut. Sedangkan menurut Sayyid Abdurrohman Al-Masyhur Ba'Alawi, tidak boleh terrjadi pernikahan antara keduanya meskipun syarifah tersebut dan walinya setuju, dan pernikahan tersebut diperbolehkan dalam keadaan dhorurot untuk mencegah mafsadah (kerusakan) yang lebih besar .
Wallohu a'lam.
( Oleh : Uponk Sgr Ulilalbab, Sunde Pati, Arrohman Alwi, Ibnu Ma'mun, Siroj Munir dan Mazz Rofii ) Referensi : 1. I'anatut Tholibin, Juz : 3 Hal : 377 2. Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Juz : 34 Hal : 272 3. Tuhfatul Muhtaj, Juz : 7 Hal : 279 3. Nihayatul Muhtaj, Juz : 6 Hal : 257 4. Bughyatul Mustarsyidin, Hal : 439 Ibarot : I'anatut Tholibin, Juz : 3 Hal : 377
(Sumber : http://fiqhkontemporer99.blogspot.com/2012/12/laki-laki-biasa-menikahi-syarifah.html)
Mencari Inspirasi
assalamu'alaykum, afwan ikut nimbrung ya, secara syari'at memang tdk ada hukumnya tp sebahagian ulama memang mengharamkan perkawinan antara syarifah dgn lelaki awam, maaf ya klo ada yg salah dlm tulisan, krn tulisan ane jelek nih.....
Hasanul Zain
Kesimpulannya menurut Pemahaman saya : Jika seorang Wali menikahkan syarifah dengan 'Ajam tanpa adanya Ridho darinya & tanpa Ridho orang yang sederajat dengan Wali maka Hukum pernikahannya Sah, Tapi bila hakim yang menikahkannya meski sekalipun adanya ridho dari Syarifah maka hukumnya Tidak Sah. Wallohu A'lam koreksi
Mazz Rofii
Link Diskusi :
https://www.facebook.com/groups/forsil.jabodetabek/permalink/302686556536408/
Dokumen : https://www.facebook.com/notes/forsil-aswaja-nusantara/0321-sarifah-menikah-dgn-akhwal/309796649158732
Assalamu,alaikum ... Mau tanya bgm hukum nya sarifah menikah dgn akhwal ... Trimakasiq
JAWABAN :
Hasanul Zain
Wa'alaikum salam wr wb...!
Saya baru nemu 'Ibaroh berikut :
(و) لا (نسبه) من عربية وقريش وهاشيمة أو مطلبية غيرهما من بقية قريش وصح نحن وبنو المطلب شيئ واحد فيهما منكا فثان.
فتح المعين ص ١٠٦
Dan
فلا تزوج حرة عجمية برقيق عربي، ولا سليمة من
العيوب دنيئة بمعيب نسيب، ولا حرة فاسقة بعبد عفيف، وقيل إن دناءة نسبه
تنجبر بعفته الظاهرة، وأن الأمة العربية يقابلها الحر العجمي.
قال ابن قاسم نقلا عن الرملي، ويعتبر العالم
في الزوج وفي آبائه ، فالجاهل ابن العالم لايكفىء العالمة بنت الجاهل، لأن
بعض الخصال لايقابل ببعض الأولياء المستوين برضا الباقين، أما القاضي فلا
يصح تزويجها لغير كفائ قطعا إذا كان لنحو غيبة الولي أو فضله.
نهاية الزين ص ٣١٢
Monggo di Musyawarohkan
Hasanul Zain
Tambahan :
(فرع) لو زوجت من غير كفء بالاجبار أو بالاذن
المطلق عن التقييد بكفء أو بغيره لم يصح التزويج لعدم رضاها به فان أذنت
في تزويجها بمن ظنته كفؤا فبان خلافه صح النكاح ولا خيار لها لتقصيرها
بترك البحث نعم لها خيار ان بان معيبا او رقيقا وهي حرة.
فتح المعين ص ١٠٦-١٠٧
Cikong Mesigit
Ini sy nyumbang copasan dr FK sj.hehee>>: Jawaban : Wa'alaikum salam warohmatullohi wabarokatuh Salah satu unsur yang dipertimbangkan (mu'tabar) dalam pernikahan adalah kafa'ah (persamaan derajat). Pengertian kafa'ah adalah perkara yang dengan ketiadaannya akan timbul celaan. Dan yang menjadi acuan (dhobith) dalam kifa'ah adalah persamaan antara seorang lelaki dengan wanita yang ingin dinikahinya dalam kesempurnaan dan kerendahan derajatnya, namun hal tersebut tidak termasuk aib dalam nikah. Pendapat yang menyatakan bahwa kifa'ah dalam nasab adalah sesuatu yang dipertimbangkan dalam masalah kifa'ah adalah pendapat jumhur ulama' dari madzhab syafi'i, Hanafi dan Hanbali yang didasarkan pada atsar yang diriwayatkan dari Umar rodhiyallohu 'anhu. Beliau berkata ; لَأَمْنَعَنَّ فُرُوجَ ذَوَاتِ الْأَحْسَابِ إِلَّا مِنَ الْأَكْفَاءِ "Sungguh aku akan mencegah farji-farji wanita-wanita yang memiliki nasab, kecuali dari orang-orang yang sederajat." ( Mushonnaf Abdurrozaq Ash-Shon'ani, no.10324 )
Menurut ketentuan hukum dalam madzhab syafi'i kafa'ah tidak menjadi syarat sahnya suatu pernikahan, kifa'ah adalah hak yang diperuntukkan bagi wanita dan walinya, karena itulah apabila terjadi suatu perkawinan yang tidak antara seorang lelaki dan perempuan yang tidak sederajat dengan ridho dari wanita tersebut, maka pernikahannya sah. Tapi, kafa'ah menjadi syarat sahnya nikah apabila wanita tidak mau (ridhho) menikahi lelaki yang tidak sederajat dengannya. Walhasil, pada dasarnya kifa'ah bukanlah syarat sah nikah jika wanitanya mau, dan menjadi syarat sahnya apabila wanita tidak mau. Sedangkan ketentuan yang menyatakan bahwa kafa'ah dalam nasab bukanlah syarat sah dari pernikahan karena Nabi sendiri pernah menyuruh Fatimah binti Qois, seorang wanita keturunan quraisy dengan Usamah, seorang budak, kemudian beliau menikahkan keduanya, jika kifa'ah nasab menjadi syarat tentuNabi tak akan melangsungkan pernikahan tersebut. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah kafa'ah dalam nasab, dan nasab yang menjadi pertimbangan adalah ayah dari wanita, karena itulah seorang lelaki ajam (bukan orang arab) tidak sekufu (sederajat) dengan wanita keturunan arab, orang arab bukan dari keturunan quraisy tidak sekufu dengan orang arab keturunan quraisy, keturunan bukan quraisy juga tidak sekufu dengan keturunan bani hasyim dan bani mutholib dan keturunan dari Fatimah rodhiyallohu 'anha tidak sekufu dengan keturunan dari bani hasyim dan bani mutholib. Dari penjelasan diatas bisa diketahui bahwa lelaki ajam tidaklah sekufu dengan syarifah, wanita yang keturunan habib, sayyid atau syarif (gelar bagi orang yang runtutan nasabnya masih bersambung dengan Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi wasallam darijalur laki-laki) yang biasa disebut ahlu bait (keluarga Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi wasallam), aturan ini diberlakukan agar seorang syarifah tidak terputus nasabnya karena menikahi lelaki yang bukan habib atau sayyid. Namun, apabila syarifah tersebut mau menikah dengan lelaki yang bukan dari kalangan habaib maka pernikahannya dihukumi sah menurut ketentuan hukum fiqih. Sayyid Abdurrohman Al-Masyhur Ba'Alawi menyatakan pendapat yang sedikit berbeda dalam hal ini, dalam kitab "Bughjyatul Mustarsyidin" beliau menjelaskan bahwa apabila ada seorang syarifah yang dilamar seorang lelaki yang bukan syarif (habib), maka tidak boleh dilangsungkan pernikahan diantara mereka meskipun syarifah tersebut dan orang tuanya ridho, beliau juga menceritakan, suatu ketika terjadi pernikahan diantara orang arab yang bukan habib dengan seorang syarifah di Mekah, lalu semua sayyid yang ada disana dengan dibantu para ulama' bergerak dan bersikeras untuk memisahkan keduanya, hal yang sama juga pernah terjadi dinegara lainny, karena itulah beberapa ulama' menulis kitab yang menjelaskan ketidak bolehan hal tersebut.
Beliau menambahkan, meskipun para fuqoha' menyatakan bahwa pernikahan tersebut sah apabila dilaksanakan atas persetujuan dari wanita tersebut dan walinya, para ulama' salaf rodhiyallohu 'anhum memiliki pilihan pendapat yang tidak diketahui asror(rahasia-rahasia)-nya oleh orang ahli fiqih. Meski begitu, pernikahan tersebut boleh dilaksanakan apabila nyata terjadinya mafsadah (kerusakan) jika pernikahan tidak dilaksanakan, jadi pernikahan itu diperbolehkan karena dhorurot, seperti ditakutkan akan berzina atau karena para lelaki dari keturunan habaib tak ada yang mau menikah dengannya, hal ini diperbolehkan berdasarkan kaidah "irtikabu akhoffidh dhororain' (mengerjakan perkara yang bahayanya lebih ringan). Kesimpulannya, laki-laki yang bukan dari keturunan habaib tidak sederajat dengan seorang syarifah, namun pernikahan diantara keduanya dihukumi sah apabila dilaksanakan atas kemauan syarifah tersebut. Sedangkan menurut Sayyid Abdurrohman Al-Masyhur Ba'Alawi, tidak boleh terrjadi pernikahan antara keduanya meskipun syarifah tersebut dan walinya setuju, dan pernikahan tersebut diperbolehkan dalam keadaan dhorurot untuk mencegah mafsadah (kerusakan) yang lebih besar .
Wallohu a'lam.
( Oleh : Uponk Sgr Ulilalbab, Sunde Pati, Arrohman Alwi, Ibnu Ma'mun, Siroj Munir dan Mazz Rofii ) Referensi : 1. I'anatut Tholibin, Juz : 3 Hal : 377 2. Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Juz : 34 Hal : 272 3. Tuhfatul Muhtaj, Juz : 7 Hal : 279 3. Nihayatul Muhtaj, Juz : 6 Hal : 257 4. Bughyatul Mustarsyidin, Hal : 439 Ibarot : I'anatut Tholibin, Juz : 3 Hal : 377
(Sumber : http://fiqhkontemporer99.blogspot.com/2012/12/laki-laki-biasa-menikahi-syarifah.html)
Mencari Inspirasi
assalamu'alaykum, afwan ikut nimbrung ya, secara syari'at memang tdk ada hukumnya tp sebahagian ulama memang mengharamkan perkawinan antara syarifah dgn lelaki awam, maaf ya klo ada yg salah dlm tulisan, krn tulisan ane jelek nih.....
Hasanul Zain
Kesimpulannya menurut Pemahaman saya : Jika seorang Wali menikahkan syarifah dengan 'Ajam tanpa adanya Ridho darinya & tanpa Ridho orang yang sederajat dengan Wali maka Hukum pernikahannya Sah, Tapi bila hakim yang menikahkannya meski sekalipun adanya ridho dari Syarifah maka hukumnya Tidak Sah. Wallohu A'lam koreksi
Mazz Rofii
بغية المسترشدين - (ج 1 / ص 439)
(مسألة) : شريفة علوية خطبها غير شريف فلا أرى جواز النكاح وإن رضيت ورضي وليها
، لأن هذا النسب الشريف الصحيح لا يسامى ولا
يرام ، ولكل من بني الزهراء فيه حق قريبهم وبعيدهم ، وأتى بجمعهم ورضاهم ،
وقد وقع أنه تزوّج بمكة المشرفة عربي بشريفة ، فقام عليه جميع السادة هناك
وساعدهم العلماء على ذلك وهتكوه حتى إنهم أرادوا الفتك به حتى فارقها
، ووقع مثل ذلك في بلد أخرى ، وقام الأشراف
وصنفوا في عدم جواز ذلك حتى نزعوها منه غيرة على هذا النسب أن يستخفّ به
ويمتهن ، وإن قال الفقهاء إنه يصح برضاها ورضا وليها
فلسلفنا رضوان الله عليهم اختيارات يعجز
الفقيه عن إدراك أسرارها ، فسلَّم تسلم وتغنم ، ولا تعترض فتخسر وتندم.
وفي ي المتقدم ما يومىء إلى ما أشرنا إليه من اتباع السلف ، إذ هم الأسوة
لنا والقدوة ، وفيهم الفقهاء بل المجتهدون والأولياء بل الأقطاب ، ولم
يبلغنا فيما بلغنا أنه قد تجرّأ غيرهم ممن هو دونهم في النسب أو لم تتحقق
نسبته على التزوّج بأحد من بناتهم قط ،
اللهم إلا إن تحققت المفسدة بعدم التزويج
فيباح ذلك للضرورة ، كأكل الميتة للمضطر ، وأعني بالمفسدة خوف الزنا ، أو
اقتحام الفجرة أو التهمة ولم يوجد هناك من يحصنها ، أو لم يرغب من أبناء
جنسها ارتكاباً لأهون الشرين وأخف المفسدتين ، بل قد يجب ذلك من نحو
الحاكم بغير الكفء كما في التحفة.
بغية المسترشدين - (ج 1 / ص 438)
مسألة : ش) : ليس للهاشمي الغير المنتسب إليه
كذرية عليّ كرم الله وجهه من غير فاطمة رضي الله عنها كفؤاً لذرية السبطين
الحسنين ابني فاطمة الزهراء رضي الله عن الجميع
، وذلك لاختصاصهم بكونهم ذريته عليه الصلاة
والسلام ومنتمين أي منتسبين إليه في الكفاءة وغيرها ، ويحمل قولهم : إن
بني هاشم وبني المطلب أكفاء على غير أولاد السبطين ، وقوله : "نحن وبنو
المطلب شيء واحد" ، على الموالاة والفيء وتحريم الزكاة وغيرها. ولا دليل
في تزويج عليّ أم كلثوم بنت فاطمة من عمر رضي الله عن الجميع فلعلهما كانا
يريان صحة ذلك اهـ. ونحوه في (ي)
وزاد : إذ الكفاءة في النسب على أربع درجات :
العرب وقريش وبنو هاشم والمطلب ، وأولاد فاطمة الزهراء بنو الحسنين
الشريفين رضوان الله عليهم ، فلا تكافؤ بين درجة وما بعدها ، وحينئذ إن
زوجها الولي برضاها ورضا من في درجته صح ، أو الحاكم فلا وإن رضيت.
إعانة الطالبين - (ج 3 / ص 330)
فصل في الكفاءة أي في بيان خصال الكفاءة المعتبرة في النكاح لدفع العار والضرر
وهي لغة التساوي والتعادل
واصطلاحا أمر يوجب عدمه عارا
وضابطها مساواة الزوج للزوجة في كمال أو خسة ما عدا السلامة من عيوب النكاح ( قوله وهي ) أي الكفاءة
وقوله معتبرة في النكاح لا لصحته أي غالبا فلا
ينافي أنها قد تعتبر للصحة كما في التزويج بالإجبار وعبارة التحفة وهي
معتبرة في النكاح لا لصحته مطلقا بل حيث لا رضا من المرأة وحدها في جب ولا
عنة ومع وليها الأقرب فقط فيما عداهما
اه
ومثله في النهاية وقوله بل حيث لا رضا مقابل قوله لا لصحته مطلقا فكأنه قيل لا تعتبر للصحة على الإطلاق وإنما تعتبر حيث لا رضا
اه
ع ش
( والحاصل ) الكفاءة تعتبر شرط للصحة عند عدم
الرضا وإلا فليست شرطا لها ( قوله بل لأنها حق للمرأة ) أستفيد منه أن
المراعى فيها جانب الزوجة لا الزوج
Link Diskusi :
https://www.facebook.com/groups/forsil.jabodetabek/permalink/302686556536408/
Dokumen : https://www.facebook.com/notes/forsil-aswaja-nusantara/0321-sarifah-menikah-dgn-akhwal/309796649158732
Belum ada Komentar untuk "0325 : Sarifah Menikah Dengan Akhwal"
Posting Komentar