Ngaji Hikam Part 48
Rabu, 01 Maret 2017
Tulis Komentar
NGAJI HIKAM #48
PERSAHABATAN SPIRITUAL
Assalamu 'alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Mari kita mulai Ngaji Hikam #47 ini dengan menghadiahkan Fatehah kepada Syaikh Ibn Athaillah (qs), kepada kedua orang tua kita dan seluruh guru kita serta orang yang berjasa kepada kita.
Mari kita mulai. Bismillahirrahmanirrahim..
_____________________
PERSAHABATAN SPIRITUAL
Syaikh Ibn Athaillah berkata:
لا تَصْحَبْ مَنْ لا يُنْهِضُكَ حالُهُ وَلا يَدُلُّكَ عَلَى اللهِ مَقالُهُ.
La tashab man la yunhidluka haluhu, wa la yadulluka ‘ala-l-Lahi maqaluhu.
Terjemahan:
Janganlah engkau berkawan dengan seseorang yang tindakan-tindakannya tak membuatmu menjadi giat dan “trengginas” (untuk mendekat kepada Tuhan), dan ucapan-ucapannya pun tak menunjukkanmu kepada-Nya.
Mari kita pahami kebijaksanaan Syaikh Ibn Athaillah ini dengan dua pengertian: umum dan khusus.
Pengertian umum. Pada bagian ini, Syaikh Ibn Athaillah ingin mengulas pengaruh-pengaruh yang bisa timbul karena sebuah persahabatan. Sebab manusia memiliki kecenderungan yang unik: dia kadang-kadang tak bisa sepenuhnya merdeka dari pengaruh-pengaruh dari sekitarnya. Lingkungan memainkan peran yang sangat penting dalam mendorong manusia untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Lingkungan persahabatan bisa mendorong seseorang untuk mudah menjalani kehidupan rohaniah, atau menjebaknya dalam kehidupan yang sepenuhnya terserap oleh hal-hal yang duniawi. Ada orang-orang tertentu yang kehadirannya di tengah-tengah suatu komunitas membuat orang-orang yang ada di sekitarnya merasakan “energi spiritual” yang begitu kuat, sehingga mereka terdorong untuk menjalani kehidupan rohaniah yang intensif. Sementara itu ada jenis orang-orang tertentu yang kehadirannya justru membuat orang lain merasakan kegelapan rohaniah, kegalauan batin, keresahan mental.
Ada orang-orang tertentu yang memiliki daya rohaniah yang begitu kuat, karena cahaya yang ada dalam jiwa dan rohaninya, sehingga begitu kita mendekat kepadanya, kita merasakan pengaruh spiritual yang timbul dari dirinya. Pengaruh spiritual itu membuat kita menjadi “trengginas” atau giat beribadah kepada Tuhan, menjalani kehidupan spiritual yang khusyuk.
Ada orang-orang yang perkataannya mendorong kita untuk terus melakukan refleksi, merenung, berpikir dengan mendalam mengenai Tuhan dan Kebenaran Sejati mengenai kehidupan. Orang-orang semacam inilah yang layak dijadikan sahabat, sekaligus “guru spiritual” untuk memandu perjalanan spiritual kita menuju Tuhan.
Sementara orang-orang yang memiliki kualitas-kualitas sebaliknya, tak layak menjadi sahabat kita. Orang-orang yang kehadirannya membuat kita justru mengalami “keresahan spiritual”, menebarkan pengaruh-pengaruh negatif secara rohaniah, sudah seharusnya dijauhi. Jika kita ingin melakukan perjalanan spiritual menuju Tuhan, kita membutuhkan “fellow traveler”, rekan seperjalanan yang memiliki “gelombang rohani” yang kurang lebih sama dengan kita, sehingga dengan demikian perjalanan kita menjadi lebih ringan.
Ini sama saja dengan keadaan yang dihadapi oleh seorang ilmuwan dalam bidang apapun. Seorang ilmuwan butuh komunitas dan lingkungan akademis yang kondusif, yang bisa memberikan stimulasi intelektual bagi dirinya. Tanpa kehadiran lingkungan yang stimulatif semacam ini, seorang ilmuwan bisa mengalami keputus-asaan, frustrasi. Sebab kerja ilmiah adalah kerja yang jauh dari keramaian, kerja dalam ruang sepi yang bisa sangat membosankan. Tanpa kehadiran sahabat-sahabat yang bisa memantik ide-ide yang kreatif, seorang ilmuwan akan mengalami kesulitas besar.
Demikian pula, kehidupan spiritual sebagai seorang sufi bisa sangat sepi, jauh dari keramaian masyarakat. Kehadiran seorang sahabat yang tepat, sahabat yang memiliki “gelombang rohani” yang cocok, akan memudahkan perjalanan spiritual kita.
Pengertian khusus. Dalam dunia sufi ada apa yang disebut dengan “suhbah”, yaitu pertemanan spiritual. Aspek ini memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan spiritual seorang sufi. Bilsa seorang sufi mendapatkan “suhbah” yang tepat, ia akan mendapatkan kemudahan besar dalam kehidupan spiritualnya.
Seorang sufi tak bisa menjalani kehidupan spiritual yang sukses tanpa kehadiran seorang guru. Man la syaikha lahu fa-syaikhuhu syaithan, demikian dikatakan dalam sebuah kebijaksaan sufi. Sesiapa yang melakukan perjalanan rohani tanpa bimbingan seorang guru, maka ia rentan akan terjerembab dalam bimbingan “kekuatan roh jahat” yang disimbolkan dengan figue syetan atau iblis.
Ada empat syarat yang harus terpenuhi dalam guru sufi atau mursyid. Yang pertama: ilmu rohani yang benar dan tepat (‘ilmun sahihun). Kedua: intuisi rohaniah yang tajam (dzauqun sharihun). Ketiga: focus yang terarah kepada Tuhan saja (himmah ‘aliyah); dan keempat: memiliki perangai dan prilaku moral-etis yang bisa benar dan bisa diandalkan (halatun mardliyyah).
Pelajaran penting yang bisa kita petik dari sini ialah: kita harus bisa menciptakan lingkungan persahabatan yang kuat agar tujuan kita untuk menjalani kehidupan rohani bisa berhasil. Ciptakanlah lingkungan yang berisi “fellow traveler”, teman-teman seperjalanan yang bisa berbagi pengalaman-pengalaman spiritual dengan kita. Teman-teman yang tepat dapat mempercepat perjalanan kita untuk mencapai Tuhan.
Sekian Ngaji Hikam kali ini, semoga bisa dilanjutkan di kesempatan berikutnya. Marilah kita tutup Ngaji Hikam kali ini dengan bacaan "Hamdalah".
Wassalamu 'alaikum warohmatullohi wabarokatuh
SUMBER : Kajian kitab Hikam Pesantren Virtual Ulil Abshar Abdalla.
Oleh : Ahmad Robbani
Dari : https://web.facebook.com/groups/Forsil.Aswaja/permalink/687350074748509/
Belum ada Komentar untuk "Ngaji Hikam Part 48"
Posting Komentar