Ngaji Hikam Part 8

Ngaji Hikam #8
Oleh Ulil Abshar-Abdalla
Bismillahirrahmanirrahim
Mari kita mulai Ngaji Hikam Seri ke-8 ini dengan menghadiahkan Fatehah kepada Syekh Ibn Ataillah, kepada ayah dan guru saya Kiai Abdullah Rifai, dan ibu saya Nyai Salamah.
Bismillah...
----------------------
PENDERITAAN MEMPERDALAM PENGERTIAN KITA TENTANG MAKNA HIDUP
Syekh Ibn Ataillah berkata:
 
إذا فتح لك وجهة من التعرف فلا تبال معها ان قل عملك . فإنه ما فتحها لك إلا وهو يريد أن يتعرف إليك. أىم تعلم إن التعرف هو مورده عليك ، والأعمال أنت مهديها إليه ؟ و اين ما تهديه إليه مما هو مورده عليك ؟
 
Idza fataha laka wijhatan min al-ta’arrufi fala tubali ma’aha in qalla ‘amaluka. Fi innahu ma fatahaha laka illa wahuwa yuridu an yata’arrafa ilaika. Alam ta’lam anna al-ta’arrufa huwa muriduhu ‘alaika, wa al-a’malu anta muhdiha ilaihi? Wa aina ma tuhdihi ilaihi min-ma huwa muriduhu ‘alika?
 
Terjemahannya:
“Jika Dia (Tuhan Yang Maha Benar) ingin membuka diri (melalui penderitaan yang menimpamu) untuk engkau kenal, maka (bergembiralah, bersuka citalah; dan) jangan bersedih hanya gara-gara amal dan pekerjaanmu yang berkurang (karena penderitaan itu).
Sebab, Dia tak akan membuka diri seperti itu kecuali memang agar engkau bisa mengenalNya lebih dekat. Apakah engkau tidak tahu bahwa perkenalan itu adalah sesuatu yang Dia anugerahkankan pada dirimu, sementara amal-amalmu adalah sesuatu yang engkau persembahkan kepadaNya? Bagaimana mungkin engkau akan membandingkan persembahanmu dengan anugerahNya?”
Kebijaksanaan Sykeh Ibn Ataillah kali ini akan berbicara mengenai pengalaman penderitaan – sesuatu yang sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari sebagai manusia. Saya akan mencoba menjelaskan kebijaksanaan yang mendalam ini dengan dua pengertian. Pengertian awam dan pengertian khusus.
Pengertian awam. Hal yang tak terhindarkan dalam hidup manusia adalah penderitaan fisik, entah berupa penyakit, kemiskinan, atau penderitaan-penderitaan lain yang membuat kita tidak nyaman. Pengalaman ini kerap membuat seseorang merasa putus harapan, atau bahkan menyalahkan dan mengutuk Tuhan.
Apalagi jika penderitaan itu mencapai level yang ekstrim.
Dalam bagian yang lalu, kita diajarkan untuk bersikap positif manakala doa dan permintaan kita tak segera dikabulkan Tuhan. Menghadapi situasi semacam itu, kita diharuskan berbaik sangka. Barangkali Tuhan punya rencana lain.
Bagian ini masih merupakan kelanjutan dari bagian sebelumnya. Jika bagian sebelumnya berbicara mengenai permintaan dan doa, bab ini berbicara mengenai cobaan yang kadang kita derita dalam hidup.
Sebagai orang beriman, kita diajak oleh Ibn Ataillah agar bersikap sama menghadapi cobaan ini. Yaitu berbaik sangka. Menurut Ibn Ataillah, cobaan dan penderitaan dalam hidup adalah cara Tuhan ingin mengenalkan diriNya kepada kita. Penderitaan adalah sarana Tuhan mau menjadikan diriNya lebih dekat kepada kita.
Sakit, kemiskinan, penderitaan adalah “wijhat min al-ta’arruf”, cara Tuhan menyingkap diri agar kita kenali secara lebih dekat lagi.
Bagaimana ini bisa dijelaskan?
Jika kehidupan kita berjalan mulus saja seperti berkendara di jalan tol yang bebas hambatan, tak ada gangguan, tak ada soal, tak ada tantangan – maka kehidupan seperti itu memang tampak menyenangkan. Tetapi benarkah kehidupan yang tanpa gelombang dan ombak layak kita jalani? Bukankah kehidupan seperti itu malah membosankan karena tak mengenal petualangan?
Kita bisa menikmati hidup justru karena ada gelombang cobaan yang berhasil kita atasi. Saat kita berhasil mengatasi sebuah masalah, kita merasa bahwa plong, lega. Kita merasa diri kita secara kejiwaan makin matang, makin dewasa, makin bijaksana. Jadi, penderitaan, jika disikapi secara positif, membuat pengertian dan pemahaman kita tentang makna hidup lebih dalam.
Jika engkau tahu makna hidupmu, maka artinya engkau makin dekat dengan Tuhanmu. Sebab, para sufi mengatakan, man ‘arafa nafsahu fa qad ‘arafa rabbahu. Barangsiapa tahu siapa jati dirinya, siapa “the real self”-nya, maka dia telah mengenali Tuhan. Siapa yang tak tahu jati dirinya, tak memahami tujuan hidupnya, ia sama saja tak kenal Tuhan.
Penderitaan kerap membuat kita makin matang secara kejiwaan; membuat kita makin dekat dengan Tuhan. Jadi, penderitaan adalah uluran tangan dari Tuhan untuk berkenalan dengan Dia. Sambutlah uluran tangan itu dengan penuh suka-cita. Jangan mengeluh dan sedih saat menderita. Itulah jalan menuju kematangan jiwamu. Itulah jalan engkau mengenali sumber hidupmu.
Pengertian khusus/mistik. Penderitaan memang tampak di permukaan seperti cerminan dari sifat keperkasaan Tuhan. Tuhan dengan sifat Jalal atau keagungan dan keperkasaanNya, menampakkan diri dalam bentuk kesakitan dan cobaan yang diderita oleh manusia.
Tetapi, jika kita hayati lebih dalam, cobaan bukan saja mencerminkan sifat Jalal Tuhan, tetapi juga sifat Jamal atau keindahanNya. Kata Syekh Ibn ‘Ajibah, cobaan manusia (disebut al-ta’arrufat al-qahriyyah), “zahiruha jalalun wa batinuha jamalun”. Cobaan kelihatannya menakutkan kita, tetapi sejatinya ia cerminan dari keindahan Tuhan.
Para sufi melihat penderitaan sebagai pengalaman tentang keindahan Tuhan. Saat kita sakit, kita mengalami keindahan Tuhan karena dengan sakit itu kita bisa makin intens dan mendalam hubungan kita dengan Tuhan. Saat kita sakit, hubungan cinta kita dengan Tuhan makin diperkuat.
Karena itu, jangan mengeluh karena sakit, misalnya, telah membuatmu kehilangan kesempatan untuk melaksanakan ibadah fisik. Misalnya, saat sakit kita tak mampu melaksanakan sembahyang atau puasa seperti biasa. Jika anda sakit, jangan merasa “ngenes”, “nelangsa” atau sedih karena kehilangan salat dan puasa. Sebab nilai sakit yang dicobakan Tuhan kepadamu lebih tinggi daripada ibadah fisik.
Bagaimana bisa demikian? Ibn Ataillah memberikan penjelasan yang sangat menarik. Saat engkau sakit, Tuhanlah yang pro-aktif mendekatimu, mengenalmu. Saat engkau beribadah (seperti salat dan puasa), engkau lah yang pro-aktif pe-de-ka-te (istilah anak muda sekarang) terhadap Tuhan.
Mana yang lebih baik? Tuhan yang pro-aktif mendekati kamu? Ataukah kamu yang pro-aktif mendekati Tuhan? Tentu yang pertama yang jauh lebih berkualitas. Karena itu, sambutlah penderitaan dengan sikap optimisme, kegembiraan, sebab Tuhan sedang mendekatimu, sedang ingin mengenalmu.
Apa pelajaran yang bisa kita ambil dari ajaran Syekh Ibn Ataillah ini? Saya terus terang kagum dengan tafsir penderitaan semacam ini. Inilah salah satu keindahan dunia sufi. Dunia sufi mampu memberikan tafsiran yang sangat optimistik terhadap momen-momen yang menyakitkan dalam hidupan manusia seperti sakit dan kemiskinan. Penderitaan tak harus dikutuk dan disesali. Penderitaan dihayati dan dimaknai sebagai sarana yang mendekatkan kita pada Tuhan.
Jadi, terserah pada anda. Anda mau menghayati sakit dengan sikap negatif, mengeluh, memprotes, tetapi toh tak mengubah keadaan juga? Ataukah anda mau bersikap yang justru secara radikal berbeda: sakit adalah pengalaman indah yang membuat kita lebih memahami makna dan tujuan hidup?[]
_________
KESIMPULAN NGAJI HIKAM #8
1. Mutiara Hikam yang ke-8 malam ini bisa kita sebut sebagai "filosofi penderitaan". Bagaimana jika kita mendapatkan cobaan berupa penderitaan dalam hidup ini? Semua orang, dalam hidupnya masing-masing, tentu pernah mengalami penderitaan, besar atau kecil, ringan atau akut, sebentar atau lama. Tergantung.
Karena penderitaan merupakan fakta hidup yang tak terhindarkan, maka ajaran tentang penderitaan sangat penting. Ajaran tentang penderitaan mengajari kita agar kita menyikapinya dengan tepat dan benar, agar kita tak menderita dua kali. Sekurang-kurangnya, jika kita menyikap penderitaan secara tepat, kita hanya menderita sekali saja.
2. Apa makna penderitaan? Ibn Ataillah mengajarkan: Penderitaan adalah cara Tuhan mau mengenalkan diri (ta'arruf) lebih dekat kepada kita. Penderitaan adalah sarana menuju pndewasaan mental dan spiritual. Sama dengan ujian yang membuat kita naik kelas.
Kehidupan yang mulus-mulus saja, nir-penderitaan (kalau memang ada) sudah pasti kehidupan yang membosankan dan kosong makna.
Karena itu, sambutlah penderitaan dengan perasaan gembira dan sikap yang positif.
Tetapi ini jangan dimaknai bahwa kita lebih baik menderita terus, tanpa berusaha untuk mencara solusi dan jalan keluar dari sana. Bukan itu yang dimaksudkan. Kita tetap diwajibkan mencari jalan keluar dari penderitaan kita. Jalan keluar itu justru dimudahkan jika kita bersikap positif terhadap sakit yang sedang kita derita.
Mari kita berdoa agar semua yang sedang dan menderita malam ini diringankan, dilekaskan kesembuhannya, dimudahkan jalan ikhtiarnya untuk mencari jalan keluar dari sana, dan diberikan kemampuan menghayati penderitaan sebagai jalan pendewasaan, jalan mengenal Tuhan secara lebih dekat.
Amin.
Selamat merayakan Hari Idul Adha. Sampai ketemu besok malam di Ngaji Hikam #9 dengan tema baru yang tak kalah menarik dengan tema malam ini.
 
Mari kita tutup Ngaji Hikam malam ini dengan hamdalah.
 
Wassalam..
 
Oleh : Mbah Panglima Jampari (24 September 2015 - 08:42)
 
Sumber : https://www.facebook.com/notes/forsil-aswaja-nusantara-fan-/0008-ngaji-hikam-8/559131110903740
Forsil Aswaja Tujuan didirikannya Group Forsil Aswaja Nusantara adalah untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah dengan menganut salah satu dari madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali) serta mempersatukan langkah para 'Ulama beserta pengikut-pengikutnya dan melakukan kegiatan-kegiatan Majelis Ta'lim dan Silaturahmi yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan mayarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia.

Belum ada Komentar untuk "Ngaji Hikam Part 8"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel