Ngaji Hikam Part 11

NGAJI HIKAM #11

Oleh Ulil Abshar-Abdalla

Bismillahirrahmanirrahim

Malam ini, saya ada acara. Jadi tidak bisa menunggui teman-teman seperti biasanya. Silahkan pembahasan malam ini dikomentari. Silahkan ajukan pertanyaan seperti biasa. Insyaallah akan saya respon nanti.
Mari kita mulai Ngaji Hikam #11 ini dengan menghadiahkan Fatehah kepada Syekh Ibn Ataillah (qs), kepada ayah dan guru saya Kiai Abdullah Rifai, dan ibu saya Nyai Salamah.
Mari kita mulai. Bismillah...

----------------------------------

KUBURLAH DIRIMU DI BALIK KE-TAKTENAR-AN

Ibn Ataillah berkata:

ادفن وجودك فى ارض الخمول , فما نبت مما لم يدفن لا يتم نتاجه

Udfun wujudaka fi ardil khumul, fa ma nabata mimma lam yudfan la yatimmu nitajuhu.

Terjemahannya: Kuburlah dirimu di dalam bumi ketidak-nampakan (khumul). Sebab sesuatu yang tumbuh dari benih yang tak ditanam di balik ketidak-nampakan tak akan sempurna buahnya.

Ini kebijaksanaan Ibn Ataillah yang, bagi saya, sangat luar biasa, serta dikemukakan dalam ungkapan yang sangat padat, indah, tetapi maknanya kaya sekali. Inilah ciri-ciri dari Hikam-nya Ibn Ataillah ini. Dia mirip “aphorisme”, kata-kata bijak yang pendek, tetapi pengertiannya padat. Mirip seperti puisi haiku Jepang.

Ada dua pengertian untuk kebijaksanaan Syekh Ibn Ataillah ini: pengertian awam dan pengertian khusus.
Pengertian awam/umum. Suatu kesuksesan biasanya dimulai dari pekerjaan permulaan yang dilakukan secara sepi, sendiri, soliter, jauh dari gebyar popularitas, jauh dari sorot lampu televisi dan kamera wartawan. Para peneliti sukses yang dikenal oleh publik biasa memulai pekerjaan mereka dari kamar laboratorium yang sepi, tak diketahui oleh siapa-siapa.

Jika engkau ingin menjadi manusia yang berhasil, maka tindakan pertama yang harus engkau lakukan ialah bekerja keras, melakukan sesuatu secara pelan-pelan, “puasa” terlebih dahulu dari popularitas dan perhatian publik. Sebab, sebuah kesuksesan mengandaikan bahwa engkau melakukan sesuatu dengan tekun, penuh dedikasi dan komitmen. Biasanya, ketekunan semacam itu akan justru terganggu jika dari awal anda sudah muncul ke publik, mencari ketenaran.

Ibn Ataillah menggunakan istilah sufi yang menarik, yaitu “khumul”. Istilah itu artinya ialah kondisi di mana anda terhalang dari perhatian khalayak ramai. Khumul, pendeknya, adalah keadaan di mana anda tak tenar, tak diketahui oleh orang lain. Ibn ‘Ajibah malah memberikan pengertian yang lebih dalam lagi: Khumul adalah kondisi di mana anda sama sekali tak dianggap orang lain (suquth al-manzilah ‘inda al-nas).

Ungkapan yang dipakai oleh Ibn Ataillah sangat simbolis dan artistik. Kuburlah dirimu di bumi “khumul”, di tanah ketaktenaran. Sembunyikanlah dirimu dari perhatian orang ramai. Sebab pohon besar yang menghasilkan buah yang banyak bermula dari benih kecil yang ditanam dan disembunyikan di dalam tanah. Jika benih ditanah di atas tanah, ia bisa menghasilkan pohon, tetapi tak sebaik pohon yang berasal dari benih yang ditanam dalam-dalam di tanah.

Ini kebijaksanaan yang berlaku baik dalam kehidupan sufistik, maupun kehidupan sehari-hari. Keberhasilan usaha seseorang biasanya dimulai dari tahap-tahap awal yang tersembunyi, ketekunan yang tak terlihat oleh orang banyak, dari tahap “khumul”, seperti dikatakan oleh Ibn Ataillah itu. Tanpa tahap ini, yang muncul adalah kesuksesan instan yang tak tahan lama. Mirip seorang penyanyi yang muncul mendadak lalu hilang dari peredaran. Ini beda dengan penyanyi yang sukses karena latihan yang lama, karena ketekunan yang dimulai dari ruang-ruang yang jauh dari sorot lampu wartawan entertainment.

Anda boleh menikmati kesuksesan dan sorot popularitas asalkan anda telah melewati tahap “khumul” dulu, tahap ketersembunyian melalui kerja keras yang penuh dedikasi. Hanya kesuksesan semacam itulah yang tahan lama. Selain itu hanyalah kesuksesan karena faktor-faktor yang palsu, entah karena nepotisme, sogokan, atau keberuntungan yang sifatnya sesaat saja.

Pengertian khusus. Dalam bagian sebelumnya, Ibn Ataillah berbicara mengenai ikhlas sebagai roh yang bisa menghidupkan amal dan pekerjaan manusia. Keikhlasan itu biasanya akan pudar jika kita mengerjakan sesuatu agar diketahui oleh orang ramai. Seorang yang ingin meraih ikhlas, sebaiknya mengusahakan agar menguburkan dirinya dalam-dalam di bumi “khumul”, serta menjauhi “zuhur”.

Di sini kita berhadapan dengan dua istilah: khumul dan zuhur. Keduanya adalah antonim, kata-kata yang pengertiannya saling bertolak belakang. Khumul adalah ketidakmunculan, sementara zuhur adalah kemunculan di permukaan. Seorang yang ingin meraih ikhlas haruslah berada pada situasi khumul, dan menghindarkan diri sebisa mungkin dari zuhur. Keterlihatan pada orang lain biasanya menggoda seseorang untuk punya pamrih yang macam-macam. Jika kita menjauh dari sorot mata publik, pamrih seperti itu pelan-pelan akan hilang.
Dalam kehidupan orang-orang saleh, kita banyak mendengar kisah-kisah para sufi yang sengaja tampak tidak saleh di muka umum, berpakaian sederhana, tak terlihat seperti seorang alim atau kiai besar, agar tidak mengganggu kebersihan niatnya untuk beribadah kepada Tuhan. Begitu seseorang berpakaian ala ustaz atau kiai, ia merasakan dorongan atau tekanan “jaga imej” agar bertindak dengan cara tertentu. Ia melakukan tindakan itu hanya untuk menjada citra saja.

Seorang yang bijak pernah berkata: Makin dalam engkau menguburkan dirimu selapis demi selapis di bumi, makin menjulang batinmu selapis demi selapis di angkasa/langit. Dalam sebuah hadis qudsi, Nabi Muhammad bersabda: Seringkali ada orang yang rambutnya tampak kacau, mukanya berdebu, dan bajunya jelek, sementara orang-orang ingin menjauh darinya karena pemandangan lahiriahnya yang buruk; tetapi jika ia bersumpah dan meminta sesuatu kepada Tuhan, maka Dia akan kangsung memenuhinya.

Hadis ini hanya ingin memberikan contoh: ada orang-orang tertentu yang berhasil membenamkan kesalehan dirinya di balik penampakan lahiriah yang kelihatan tak mentereng, tidak kelihatan relijius. Tetapi orang-orang ini bisa saja memiliki kualitas hati yang lebih spiritualistik dan relijius daripada mereka yang tampilannya tampak relijius.

Apa pelajaran dari hikmah Ibn Ataillah ini? Seorang beriman harus mengusahakan agar ikhlas dalam segala hal yang ia kerjakan. Jika keikhlasan itu tak bisa ia raih kecuali dengan menjauh dari perhatian orang ramai, maka dia harus melakukan itu. Sebab, kebanyakan orang tak bisa menghindarkan dari dari perasaan jumawa dan pamer (show off) di depan orang banyak.[]

Bersambung


Oleh : Mbah Panglima Jampari (29 September 2015 - 08:52)

Sumber :  https://www.facebook.com/notes/forsil-aswaja-nusantara-fan-/0011-ngaji-hikam-11/559133990903452
Forsil Aswaja Tujuan didirikannya Group Forsil Aswaja Nusantara adalah untuk memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah dengan menganut salah satu dari madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali) serta mempersatukan langkah para 'Ulama beserta pengikut-pengikutnya dan melakukan kegiatan-kegiatan Majelis Ta'lim dan Silaturahmi yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan mayarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia.

Belum ada Komentar untuk "Ngaji Hikam Part 11"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel