Ngaji Hikam Part 1
Jumat, 15 April 2016
Tulis Komentar
NGAJI HIKAM #1
Oleh Ulil Abshar-Abdalla
Bismillaahirrohmaanirrohiim
USAHA PENTING, TETAPI BUKAN SEGALA-GALANYA
Syekh Ibn Atailllah berkata: Min ‘alamat al-i’timad ‘ala al-‘amal, nuqshan al-raja’ ‘inda wujud al-zalal.
Terjemahan: Tanda seseorang bergantung pada amal dan karyanya adalah bahwa dia akan cenderung pesimis, kurang harapan manakala dia mengalami kegagalan atau terpeleset.
Ini kebijaksanaan yang mendalam. Bisa dipahami dalam pengertian “khusus” menurut para ahli mistik/tasawwuf. Atau dipahami secara awam.
Pengertian awam. Saya akan mulai dengan pemahaman yang awam dulu. Pemahaman orang-orang biasa. Seorang yang beriman seharusnya memiliki kesadaran bahwa ia bisa mencapai sesuatu bukan semata-mata karena pekerjaannya.
Kita berusaha, lalu berhasil. Kita bekerja, lalu sukses. Kita berdagang, lalu untung. Kita belajar, lalu menjadi orang pintar. Dan seterusnya. Semua hasil itu jangan semata-mata kita pandang sebagai melulu berkat usaha dan pekerjaan kita.
Kita harus menyisakan sedikit “ruang” bahwa keberhasilan kita ini jangan-jangan tidak seluruhnya karena faktor usaha kita, tetapi juga karena ada fakor X yang kita tidak tahu. Kehidupan manusia adalah sangat kompleks. Kita tidak bisa mengontrol seluruh faktor yang berpengaruh dalam tindakan sosial kita.
Ada faktor-faktor yang luput dari perhitungan dan kontrol kita. Faktor ini bisa membuat usaha kita sukses, bisa juga membuatnya gagal. Sebagai seorang beriman, kita percaya bahwa hanya Tuhan yang berkuasa atas faktor-faktor “misterius” semacam ini. Kalau Anda ateispun, Anda tetap bisa memahami logic di balik kata-kata bijak Ibn Ataillah ini.
Manfaat dari sikap semacam ini adalah: Anda tidak langsung pesimis dan putus asa saat gagal mencapai suatu hasil. Jika Anda berpikir bahwa usaha Anda adalah satu-satunya faktor penentu, saat Anda gagal, Anda boleh jadi akan “ngenes” dan sedih: Saya sudah bekerja keras, kenapa tetap gagal?
Ajaran ini mau memberi tahu kita agar kita rendah hati.
Pengertian khusus/mistik. Ada tiga jenis pekerjaan atau amal: amal syariat, amal thariqat, dan amal haqiqat.
Amal syariat adalah ketika Anda menyembah Tuhan sesuai dengan peraturan dan hukum agama. Amal thariqat adalah kesadaran bahwa saat Anda menyembah Tuhan, Anda tidak sekedar menyembah. Melainkan Anda sedang “on the journey”, sedang dalam petualangan dan perjalanan menuju Tuhan. Amal haqiqat adalah pengalaman spiritual yang disebut dengan “syuhud” atau “vision”.
Apa itu syuhud? Yakni: pengalaman mistik/spiritual yang hanya bisa dialami oleh seseorang yang sungguh-sungguh menjalani dua amal sebelumnya. Dalam pengalaman itu, Anda merasa seolah-olah berjumpa, menyaksikan (vision) Tuhan. Tentu bukan penyaksian dengan indera lahir. Melainkan dengan indera batin.
Jangan sekali-kali Anda mengira bahwa amal syariat dan thariqat bisa langsung, secara otomatis, membawa Anda kepada pengalaman haqiqat. Amal syariat dan thariqat adalah jalan atau wasilah menuju ke sana. Anda harus melalui jalan itu. Tetapi Anda sampai ke puncak haqiqat atau tidak, itu bukan sepenuhnya ditentukan oleh usaha kita sendiri, melainkan karena kemurahan (fadl) Tuhan.
Seorang yang bijak pernah berkata: Ketika seseorang telah sampai pada hakikat Islam, dia tak mampu berhenti berusaha/ beramal baik. Ketika seseorang memahami hakikat iman, dia tak akan mampu beramal/bekerja tanpa disertai Tuhan. Ketika seseorang sampai kepada hakikat ihsan (kebaikan), dia tak mampu berpaling kepada selain Tuhan.
Apa pelajaran yang dapat kita peroleh dari kebijaksanaan Ibn Ataillah ini?
Pertama, kita diajarkan agar tidak merasa paling alim sendiri, saleh sendiri, Islami sendiri, karena amalan kita. Sombong dan tinggi hati bukanlah perangai orang beriman.
Kedua, kita juga diajarkan untuk rendah hati, jangan merasa sok bahwa usaha kita menentukan segala-galanya. Sebab perasaan sombong semacam itulah yang akan menjerembabkan kita kepada perasaan mudah putus asa, patah hati, pesimis.
Orang beriman harus optimis terus, tak peduli keadaan apapun yang sedang mengerubuti kita!
__________________________
KESIMPULAN NGAJI HIKAM #1
Alhamdulillah, kok ini saya ngaji Hikam, daerah Bekasi (Jatiagung) langsung hujan. Padahal sudah berhari-hari ndak hujan, hehehe... Berkah, berkah...
Seperti saya janjikan, saya akan duduk menunggui komentar dan melayani pertanyaan selama sejam. Jadi, ngaji Hikam akan berlangsung setiap malam, Senin-Jumat, mulai jam 8-9. Setelah itu akan saya tutup dengan kesimpulan.
Kesimpulan ngaji malam ini:
1. Banyak hal dan vaiabel dalam kehidupan ini yang tak sepenuhnya bisa kita kontrol. Jadi, jangan sampai kita mengira bahwa jika kita sudah berbuat, sesuai dengan "prosedur" yang ada, maka hasil pasti menyusul.
2. Amal kita bukanlah penjamin kita akan mendapatkan keselamatan di mata Tuhan. Amal penting. Tetapi yang lebih penting lagi adalah kemurahan dan rahmat Tuhan.
3. Ajaran Syekh Ibn Ataillah yang pertama ini hendak mengajari kita untuk "rendah hati". Ini adalah "the ethics of humility" yang sangat ditekankan dalam dunia tawawwuf atau tarekat.
Sekian. Sampai ketemu besok malam, para "santri" tersayang...
Mari kita tutup ngaji pertama ini dengan hamdalah.
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Oleh : Mbah Panglima Jampari
Sumber ; https://www.facebook.com/notes/forsil-aswaja-nusantara-fan-/0001-ngaji-hikam-1/559127944237390
Oleh Ulil Abshar-Abdalla
Bismillaahirrohmaanirrohiim
USAHA PENTING, TETAPI BUKAN SEGALA-GALANYA
Syekh Ibn Atailllah berkata: Min ‘alamat al-i’timad ‘ala al-‘amal, nuqshan al-raja’ ‘inda wujud al-zalal.
Terjemahan: Tanda seseorang bergantung pada amal dan karyanya adalah bahwa dia akan cenderung pesimis, kurang harapan manakala dia mengalami kegagalan atau terpeleset.
Ini kebijaksanaan yang mendalam. Bisa dipahami dalam pengertian “khusus” menurut para ahli mistik/tasawwuf. Atau dipahami secara awam.
Pengertian awam. Saya akan mulai dengan pemahaman yang awam dulu. Pemahaman orang-orang biasa. Seorang yang beriman seharusnya memiliki kesadaran bahwa ia bisa mencapai sesuatu bukan semata-mata karena pekerjaannya.
Kita berusaha, lalu berhasil. Kita bekerja, lalu sukses. Kita berdagang, lalu untung. Kita belajar, lalu menjadi orang pintar. Dan seterusnya. Semua hasil itu jangan semata-mata kita pandang sebagai melulu berkat usaha dan pekerjaan kita.
Kita harus menyisakan sedikit “ruang” bahwa keberhasilan kita ini jangan-jangan tidak seluruhnya karena faktor usaha kita, tetapi juga karena ada fakor X yang kita tidak tahu. Kehidupan manusia adalah sangat kompleks. Kita tidak bisa mengontrol seluruh faktor yang berpengaruh dalam tindakan sosial kita.
Ada faktor-faktor yang luput dari perhitungan dan kontrol kita. Faktor ini bisa membuat usaha kita sukses, bisa juga membuatnya gagal. Sebagai seorang beriman, kita percaya bahwa hanya Tuhan yang berkuasa atas faktor-faktor “misterius” semacam ini. Kalau Anda ateispun, Anda tetap bisa memahami logic di balik kata-kata bijak Ibn Ataillah ini.
Manfaat dari sikap semacam ini adalah: Anda tidak langsung pesimis dan putus asa saat gagal mencapai suatu hasil. Jika Anda berpikir bahwa usaha Anda adalah satu-satunya faktor penentu, saat Anda gagal, Anda boleh jadi akan “ngenes” dan sedih: Saya sudah bekerja keras, kenapa tetap gagal?
Ajaran ini mau memberi tahu kita agar kita rendah hati.
Pengertian khusus/mistik. Ada tiga jenis pekerjaan atau amal: amal syariat, amal thariqat, dan amal haqiqat.
Amal syariat adalah ketika Anda menyembah Tuhan sesuai dengan peraturan dan hukum agama. Amal thariqat adalah kesadaran bahwa saat Anda menyembah Tuhan, Anda tidak sekedar menyembah. Melainkan Anda sedang “on the journey”, sedang dalam petualangan dan perjalanan menuju Tuhan. Amal haqiqat adalah pengalaman spiritual yang disebut dengan “syuhud” atau “vision”.
Apa itu syuhud? Yakni: pengalaman mistik/spiritual yang hanya bisa dialami oleh seseorang yang sungguh-sungguh menjalani dua amal sebelumnya. Dalam pengalaman itu, Anda merasa seolah-olah berjumpa, menyaksikan (vision) Tuhan. Tentu bukan penyaksian dengan indera lahir. Melainkan dengan indera batin.
Jangan sekali-kali Anda mengira bahwa amal syariat dan thariqat bisa langsung, secara otomatis, membawa Anda kepada pengalaman haqiqat. Amal syariat dan thariqat adalah jalan atau wasilah menuju ke sana. Anda harus melalui jalan itu. Tetapi Anda sampai ke puncak haqiqat atau tidak, itu bukan sepenuhnya ditentukan oleh usaha kita sendiri, melainkan karena kemurahan (fadl) Tuhan.
Seorang yang bijak pernah berkata: Ketika seseorang telah sampai pada hakikat Islam, dia tak mampu berhenti berusaha/ beramal baik. Ketika seseorang memahami hakikat iman, dia tak akan mampu beramal/bekerja tanpa disertai Tuhan. Ketika seseorang sampai kepada hakikat ihsan (kebaikan), dia tak mampu berpaling kepada selain Tuhan.
Apa pelajaran yang dapat kita peroleh dari kebijaksanaan Ibn Ataillah ini?
Pertama, kita diajarkan agar tidak merasa paling alim sendiri, saleh sendiri, Islami sendiri, karena amalan kita. Sombong dan tinggi hati bukanlah perangai orang beriman.
Kedua, kita juga diajarkan untuk rendah hati, jangan merasa sok bahwa usaha kita menentukan segala-galanya. Sebab perasaan sombong semacam itulah yang akan menjerembabkan kita kepada perasaan mudah putus asa, patah hati, pesimis.
Orang beriman harus optimis terus, tak peduli keadaan apapun yang sedang mengerubuti kita!
__________________________
KESIMPULAN NGAJI HIKAM #1
Alhamdulillah, kok ini saya ngaji Hikam, daerah Bekasi (Jatiagung) langsung hujan. Padahal sudah berhari-hari ndak hujan, hehehe... Berkah, berkah...
Seperti saya janjikan, saya akan duduk menunggui komentar dan melayani pertanyaan selama sejam. Jadi, ngaji Hikam akan berlangsung setiap malam, Senin-Jumat, mulai jam 8-9. Setelah itu akan saya tutup dengan kesimpulan.
Kesimpulan ngaji malam ini:
1. Banyak hal dan vaiabel dalam kehidupan ini yang tak sepenuhnya bisa kita kontrol. Jadi, jangan sampai kita mengira bahwa jika kita sudah berbuat, sesuai dengan "prosedur" yang ada, maka hasil pasti menyusul.
2. Amal kita bukanlah penjamin kita akan mendapatkan keselamatan di mata Tuhan. Amal penting. Tetapi yang lebih penting lagi adalah kemurahan dan rahmat Tuhan.
3. Ajaran Syekh Ibn Ataillah yang pertama ini hendak mengajari kita untuk "rendah hati". Ini adalah "the ethics of humility" yang sangat ditekankan dalam dunia tawawwuf atau tarekat.
Sekian. Sampai ketemu besok malam, para "santri" tersayang...
Mari kita tutup ngaji pertama ini dengan hamdalah.
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Oleh : Mbah Panglima Jampari
Sumber ; https://www.facebook.com/notes/forsil-aswaja-nusantara-fan-/0001-ngaji-hikam-1/559127944237390
Belum ada Komentar untuk "Ngaji Hikam Part 1"
Posting Komentar