0034.AJARAN THORIQOH SYATTARIYYAH
Kamis, 04 April 2013
Tulis Komentar
Ja'far Jufree
Sebagaimana halnya tarekat-tarekat lain, Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek dzikir di dalam ajarannya. Tiga kelompok yang disebut di atas, masing-masing memiliki metode berdzikir dan bermeditasi untuk mencapai intuisi ketuhanan, penghayatan, dan kedekatan kepada Allah SWT. Kaum Akhyar melakukannya dengan menjalani shalat dan puasa, membaca al-Qur'an, melaksanakan haji, dan berjihad. Kaum Abrar menyibukkan diri dengan latihan-latihan kehidupan asketisme atau zuhud yang keras, latihan ketahanan menderita, menghindari kejahatan, dan berusaha selalu mensucikan hati. Sedang kaum Syattar memperolehnya dengan bimbingan langsung dari arwah para wali. Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang tercepat untuk sampai kepada Allah SWT.
Di dalam tarekat ini, dikenal tujuh macam dzikir muqaddimah, sebagai pelataran atau tangga untuk masuk ke dalam Tarekat Syattariyah, yang disesuaikan dengan tujuh macam nafsu pada manusia. Ketujuh macam dzikir ini diajarkan agar cita-cita manusia untuk kembali dan sampai ke Allah dapat selamat dengan mengendarai tujuh nafsu itu. Ketujuh macam dzikir itu sebagai berikut:
-
Dzikir thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala,
mulai dari bahu kiri menuju bahu kanan, dengan mengucapkan laa ilaha
sambil menahan nafas. Setelah sampai di bahu kanan, nafas ditarik lalu
mengucapkan illallah yang dipukulkan ke dalam hati sanubari yang
letaknya kira-kira dua jari di bawah susu kiri, tempat bersarangnya
nafsu lawwamah.
-
Dzikir nafi itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha
illallah, dengan lebih mengeraskan suara nafi-nya, laa ilaha, ketimbang
itsbat-nya, illallah, yang diucapkan seperti memasukkan suara ke dalam
yang Empu-Nya Asma Allah.
-
Dzikir itsbat faqat, yaitu berdzikir dengan Illallah, Illallah, Illallah, yang dihujamkan ke dalam hati sanubari.
-
Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah,
Allah, yang dihujamkan ke tengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh
yang menandai adanya hidup dan kehidupan manusia.
-
Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu.
Dzikir Allah diambil dari dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam bait
al-makmur (otak, markas pikiran). Dzikir ini dimaksudkan agar pikiran
selalu tersinari oleh Cahaya Ilahi.
-
Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah.
Dzikir Hu diambil dari bait al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam
dada. Dzikir ini dimaksudkan agar seorang salik senantiasa memiliki
kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya Ilahi.
- Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan mulut dikatupkan kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah kedalaman rasa.
-
Nafsu Ammarah, letaknya di dada sebelah kiri. Nafsu ini memiliki sifat-sifat berikut:
Senang berlebihan, hura-hura, serakah, dengki, dendam, bodoh, sombong, pemarah, dan gelap, tidak mengetahui Tuhannya.
-
Nafsu Lawwamah, letaknya dua jari di bawah susu
kiri. Sifat-sifat nafsu ini: enggan, acuh, pamer, 'ujub, ghibah, dusta,
pura-pura tidak tahu kewajiban.
-
Nafsu Mulhimah, letaknya dua jari dari tengah dada
ke arah susu kanan. Sifat-sifatnya: dermawan, sederhana, qana'ah, belas
kasih, lemah lembut, tawadlu, tobat, sabar, dan tahan menghadapi
segala kesulitan.
-
Nafsu Muthmainnah, letaknya dua jari dari
tengah-tengah dada ke arah susu kiri. Sifat-sifatnya: senang
bersedekah, tawakkal, senang ibadah, syukur, ridla, dan takut kepada
Allah SWT.
-
Nafsu Radhiyah, letaknya di seluruh jasad. Sifat-sifatnya: zuhud, wara', riyadlah, dan menepati janji.
-
Nafsu Mardliyah, letaknya dua jari ke tengah dada.
Sifat-sifatnya: berakhlak mulia, bersih dari segala dosa, rela
menghilangkan kegelapan makhluk.
- Nafsu Kamilah, letaknya di kedalaman dada yang paling dalam. Sifat-sifatnya: Ilmul yaqin, ainul yaqin, dan haqqul yaqin.
Satu hal yang harus diingat, sebagaimana juga di dalam tarekat-tarekat lainnya, adalah bahwa dzikir hanya dapat dikuasai melalui bimbingan seorang pembimbing spiritual, guru atau syekh. Pembimbing spiritual ini adalah seseorang yang telah mencapai pandangan yang membangkitkan semua realitas, tidak bersikap sombong, dan tidak membukakan rahasia-rahasia pandangan batinnya kepada orang-orang yang tidak dapat dipercaya. Di dalam tarekat ini, guru atau yang biasa diistilahkan dengan wasithah dianggap berhak dan sah apabila terangkum dalam mata rantai silsilah tarekat ini yang tidak putus dari Nabi Muhammad SAW lewat Ali bin Abi Thalib ra, hingga kini dan seterusnya sampai kiamat nanti; kuat memimpin mujahadah Puji Wali Kutub; dan memiliki empat martabat yakni mursyidun (memberi petunjuk), murbiyyun (mendidik), nashihun (memberi nasehat), dan kamilun (sempurna dan menyempurnakan). Secara terperinci, persyaratan-persyaratan penting untuk dapat menjalani dzikir di dalam Tarekat Syattariyah adalah sebagai berikut: makanan yang dimakan haruslah berasal dari jalan yang halal; selalu berkata benar; rendah hati; sedikit makan dan sedikit bicara; setia terhadap guru atau syekhnya; kosentrasi hanya kepada Allah SWT; selalu berpuasa; memisahkan diri dari kehidupan ramai; berdiam diri di suatu ruangan yang gelap tetapi bersih; menundukkan ego dengan penuh kerelaan kepada disiplin dan penyiksaan diri; makan dan minum dari pemberian pelayan; menjaga mata, telinga, dan hidung dari melihat, mendengar, dan mencium segala sesuatu yang haram; membersihkan hati dari rasa dendam, cemburu, dan bangga diri; mematuhi aturan-aturan yang terlarang bagi orang yang sedang melakukan ibadah haji, seperti berhias dan memakai pakaian berjahit.
Sanad atau Silsilah Tarekat Syattariyah
Sebagaimana tarekat pada umumnya, tarekat ini memiliki sanad atau silsilah para wasithahnya yang bersambungan sampai kepada Rasulullah SAW. Para pengikut tarekat ini meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW, atas petunjuk Allah SWT, menunjuk Ali bin Abi Thalib untuk mewakilinya dalam melanjutkan fungsinya sebagai Ahl adz-dzikr, tugas dan fungsi kerasulannya. Kemudian Ali menyerahkan risalahnya sebagai Ahl adz-dzikir kepada putranya, Hasan bin Ali, dan demikian seterusnya sampai sekarang. Pelimpahan hak dan wewenang ini tidak selalu didasarkan atas garis keturunan, tetapi lebih didasarkan pada keyakinan atas dasar kehendak Allah SWT yang isyaratnya biasanya diterima oleh sang wasithah jauh sebelum melakukan pelimpahan, sebagaimana yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW sebelum melimpahkan kepada Ali bin Abi Thalib.
Berikut contoh sanad Tarekat Syattariyah yang dibawa oleh para mursyid atau wasithahnya di Indonesia:
Nabi Muhammad SAW kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib, kepada Sayyidina Hasan bin Ali asy-Syahid, kepada Imam Zainal Abidin, kepada Imam Muhammad Baqir, kepada Imam Ja'far Syidiq, kepada Abu Yazid al-Busthami, kepada Syekh Muhammad Maghrib, kepada Syekh Arabi al-Asyiqi, kepada Qutb Maulana Rumi ath-Thusi, kepada Qutb Abu Hasan al-Hirqani, kepada Syekh Hud Qaliyyu Marawan Nahar, kepada Syekh Muhammad Asyiq, kepada Syekh Muhammad Arif, kepada Syekh Abdullah asy-Syattar, kepada Syekh Hidayatullah Saramat, kepada Syekh al-Haj al-Hudhuri, kepada Syekh Muhammad Ghauts, kepada Syekh Wajihudin, kepada Syekh Sibghatullah bin Ruhullah, kepada Syekh Ibnu Mawahib Abdullah Ahmad bin Ali, kepada Syekh Muhammad Ibnu Muhammad, Syekh Abdul Rauf Singkel, kepada Syekh Abdul Muhyi (Safarwadi, Tasikmalaya), kepada Kiai Mas Bagus (Kiai Abdullah) di Safarwadi, kepada Kiai Mas Bagus Nida' (Kiai Mas Bagus Muhyiddin) di Safarwadi, kepada Kiai Muhammad Sulaiman (Bagelan, Jateng), kepada Kiai Mas Bagus Nur Iman (Bagelan), kepada Kiai Mas Bagus Hasan Kun Nawi (Bagelan) kepada Kiai Mas Bagus Ahmadi (Kalangbret, Tulungagung), kepada Raden Margono (Kincang, Maospati), kepada Kiai Ageng Aliman (Pacitan), kepada Kiai Ageng Ahmadiya (Pacitan), kepada Kiai Haji Abdurrahman (Tegalreja, Magetan), kepada Raden Ngabehi Wigyowinoto Palang Kayo Caruban, kepada Nyai Ageng Hardjo Besari, kepada Kiai Hasan Ulama (Takeran, Magetan), kepada Kiai Imam Mursyid Muttaqin (Takeran), kepada Kiai Muhammad Kusnun Malibari (Tanjunganom, Nganjuk) dan kepada KH Muhammad Munawar Affandi (Nganjuk).
http://www.facebook.com/groups/forsil.jabodetabek/doc/232278983577166/
Belum ada Komentar untuk "0034.AJARAN THORIQOH SYATTARIYYAH"
Posting Komentar